Selasa, 19 Februari 2008

FREE SEX

PERGAULAN BEBAS DAN FREE SEX
DI KALANGAN REMAJA

Oleh: Muhammad Lubabul Mubahitsin



A. PENDAHULUAN
Jika seorang yang telah dewasa mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki nafsu sex, maka ia pasti sedang berbohong. Sigmund Freud, seorang psikoanalis terbesar abad ini, mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua nafsu yang tidak mungkin dihilangkan, yaitu nafsu makan dan nafsu sex, sebab jika salah satu dari dua nafsu tersebut sampai hilang, maka pasti akan hilang pula generasi manusia. Hal yang sama juga pernah dikatakan lebih dulu oleh tokoh madzhab Hanbali, Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah dan pakar tafsir, Al-Alusiy dalam kitabnya Ruh al-Ma’ani.
Bisa dibayangkan, jika seseorang tidak memiliki nafsu makan. Tentu ia tidak akan pernah mau makan dan tidak berkembang, atau bahkan akan mati dalam hitungan hari. Atau, jika manusia sampai tidak memiliki nafsu sex, tentu tidak akan pernah terjadi hubungan sex di antara mereka, sedangkan hubungan sex adalah satu-satunya prasyarat bagi berlangsungnya proses regenerasi manusia. Al-Alusiy mengatakan, Allah memberikan nafsu sex pada kita untuk menjaga jenis kita dari kepunahan, dan memberikan nafsu makan pada kita untuk menjaga kelangsungan hidup diri kita. Hal yang sama juga diberikan pada hewan. Namun sikap yang semata-mata mementingkan pemenuhan nafsu, adalah sebuah sikap yang tidak layak dilakukan kecuali oleh hewan.
B. PACARAN: ANTARA CINTA DAN NAFSU
Pada diri manusia memang ada dua nafsu yang tidak mungkin bisa diingkari, termasuk di dalamnya adalah nafsu sex. Nafsu sex ini seringkali muncul ketika seseorang menjalin cinta dengan pihak lain (pacaran). Di sinilah pacaran yang semula hanya berarti ‘hubungan batin’, ternyata mulai dimasuki unsur yang sebenarnya bukanlah unsur dalam pacaran, yaitu nafsu.
Secara mudah, nafsu atau syahwat dapat didefinisikan sebagai: “keinginan atau hasrat hati atas suatu hal” (tawqan al-nafs ila al-syai’). Ketika dibawa pada konteks hubungan antara lawan jenis, maka nafsu berarti lebih sempit, yaitu: “keinginan-keinginan yang beraroma sexual terhadap lawan jenisnya”.
Membedakan cinta dan nafsu saat berpacaran memang sangat sulit, terutama jika melihat gaya berpacaran anak-anak sekarang, yang telah mencampuradukkan antara cinta dan nafsu sedemikian rupa. Tapi keduanya tetap bisa dibedakan. Contoh sederhananya, ketika seorang suami memberikan bunga mawar pada istrinya di hari ulang tahun perkawinan mereka, maka (meskipun dalam diri suami terdapat pula nafsu sex terhadap istrinya), yang sedang menguasai diri suami pada saat itu adalah cinta. Tapi ketika seorang suami sedang berada di kamar bersama istrinya dan hendak melakukan……….(censored), maka (meskipun ia mencintai istrinya), yang pada saat itu sedang menguasai diri sang suami adalah nafsu. Jelas, kan, bedanya cinta dengan nafsu??
C. BAGAIMANA MEMBEDAKAN CINTA DAN NAFSU SAAT PACARAN?
Ø DIKATAKAN CINTA JIKA:
§ Ketertarikannya lebih didominasi oleh ketertarikan pada ‘inner beauty’ (kecantikan dalam). Cinta berdasar ‘inner beauty’ akan abadi, sebab ‘inner beauty’ tidak akan luntur oleh usia, kecelakaan, penyakit dsb., yang bisa terjadi kapan saja.
§ Ada kehendak melindungi, menyayangi, dan tidak pernah mengeksploitasi.
§ Tidak melakukan hal yang membahayakan atau merusak pasangannya, seperti sex di luar nikah, sebab bisa menyebabkan kehamilan. Ataupun kalau tidak hamil, selaput dara wanita pasti akan rusak secara permanen dan karenanya menjadi ‘barang bekas’ bagi orang selanjutnya, yang bisa jadi adalah suaminya nanti.
§ Mau menghargai kehormatan dan kesucian pasangannya; tidak akan menodainya dengan aktifitas seperti ciuman (baik itu ciuman kering/dry kiss maupun ciuman basah/wet kiss), rabaan, pelukan, yang kesemuanya itu adalah ‘penodaan’ terhadap kesucian pasangan jika dilakukan di luar pernikahan.
§ Bukan hanya untuk tujuan bersenang-senang saja, karena cinta selalu mengandung suka dan derita, sehingga mau serius untuk menjalani suka duka bersama. Oleh karena itu, cinta yang sesungguhnya, tidak pernah ragu, apalagi takut, untuk menuju jenjang pernikahan.
§ Bukti yang tak tersangkalkan lagi tentang keseriusan cinta adalah mau menikah. Bila seseorang mengatakan cinta, tapi tidak mau untuk menikah, maka itu adalah jelas omong kosong belaka!!
Ø Dikatakan NAFSU jika:
* Ketertarikannya lebih didominasi oleh ketertarikan pada “body beauty/outer beauty” (kecantikan tubuh) ataupun hal-hal yang bersifat fisik lainnya (spt: uang, jabatan, kedudukan). Ketertarikan yang seperti ini sangat rapuh dan mudah hilang, karena ‘body beauty’ dan juga hal-hal yang bersifat fisik lainnya pasti akan luntur seiring bertambahnya usia, dan bahkan bisa hilang kapan saja secara mendadak, seperti: karena kecelakaan, tersiram air panas, terkena penyakit cacar dll.
* Ingin melihat aurat pasangan, baik itu seluruh maupun sebagian. Sebab antara cinta dan keinginan melihat aurat, apalagi menyentuhnya, jelas tidak ada hubungannya sama sekali.
* Ingin menikmati tubuh pasangannya, baik itu seluruh atau sebagian.
* Selalu menuntut agar pasangan membuktikan cintanya dengan cara yang ia kehendaki, seperti menyerahkan kehormatan. Padahal, ekspresi cinta yang lain masih sangat banyak. Hanya orang TOLOL saja, yang mengatakan bahwa cinta bisa dibuktikan dengan ‘penyerahan kehormatan’. Antara cinta dan ‘penyerahan kehormatan’ sama sekali tidak ada hubungannya. Tuntutan penyerahan kehormatan justru menunjukkan bahwa si cowok tidak mau menghormati ceweknya, dan mengeksploitasinya demi kepuasan pribadi, meskipun itu sangat membahayakan bagi kehidupan cewek di kemudian hari.
* Tidak memperdulikan kehormatan dan kesucian pasangannya, sebab yang ia pikirkan hanyalah kepuasan pribadinya saja.
* Selalu berusaha mengelabui pasangannya dengan mengatasnamakan cinta, untuk mendapatkan kepuasan biologis.
* Setelah mendapatkan ‘segalanya’ dan kemudian menemukan yang lebih cantik, biasanya akan meninggalkan ‘korbannya’ (yang sebelumnya adalah kekasih) dengan segala macam alasan.

D. BAHAYA SEX SEBELUM NIKAH ATAU FREE SEX
v BAGI PIHAK LAKI-LAKI
§ Apabila terlibat dalam free sex dan gonta-ganti pasangan, maka rawan terkena penyakit kelamin, seperti AIDS, Sipilis, Raja Singa, dll.
§ Pihak wanita akan menuntutnya (bukan secara hukum) untuk menikahinya, sehingga ia harus menjadi suami, padahal ia belum siap.
§ Apabila pihak wanita sampai hamil, maka masyarakat pasti akan memaksanya untuk menikahinya, dan jadilah ia seorang bapak di usia muda dan dalam keadaan belum siap.
§ Bila perempuannya hamil dan masyarakat belum sempat tahu, maka ia pasti akan menganjurkan dan membantu ceweknya untuk aborsi. Seandainya aborsinya tersebut sampai ketahuan, maka ia akan ikut dituntut di pengadilan sebagai pelaku turut serta. Belum lagi kalau ceweknya sampai meninggal gara-gara aborsi.
§ Kalaupun ceweknya tidak hamil dan ia tidak dituntut untuk bertanggungjawab, maka ia tetap dinilai telah melakukan DOSA BESAR, sehingga dihukumi sebagai orang fasiq secara agama.
v BAGI PIHAK PEREMPUAN
§ Hubungan sex pertama kali akan menyebabkan perubahan permanen pada alat kelamin wanita, dan dengan terjadinya sex pertama kali, maka alat kelaminnya menjadi tidak ‘original’ dan ‘bersegel’ lagi. Sedangkan laki-laki manapun, ketika disuruh memilih antara istri yang ‘original’ dan yang tidak, pasti akan memilih yang masih ‘original’. Belum lagi ada sebagian lelaki yang berprinsip harus mendapatkan istri yang perawan.
§ Penyakit kelamin, terutama jika sering gonta-ganti pasangan. Apalagi pihak wanita sebagai pihak ‘yang sifatnya menerima’, jauh lebih besar resiko untuk tertular berbagai penyakit dibanding pria ‘yang sifatnya memberi’.
§ Akan menyebabkan adanya beban mental dan perasaan menjadi ‘barang bekas’, terlebih lagi bila sudah berhadapan dengan suaminya nanti.
§ Kalau sampai terjadi kehamilan, maka pihak wanita tidak bisa menuntut orang yang menghamilinya ke pengadilan agar mau menikahi. Sebab, hubungan sex di luar perkawinan antara orang yang masih lajang (yang dalam Islam jelas dianggap zina) bukanlah suatu perzinahan (overspel) dalam hukum pidana Indonesia, sehingga tidak dianggap pelanggaran hukum. Yang dianggap zina oleh Pasal 284 KUHP warisan kolonial Belanda adalah hubungan sex di luar nikah yang dilakukan antara orang yang, salah satu atau keduanya, sedang dalam kondisi terikat perkawinan sah dengan pihak lain. Di luar itu, maka tidak dianggap sebagai perzinahan, dan karenanya dianggap sebagai sesuatu yang legal (boleh), sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk menuntut atau menggugat.
§ Bila si wanita hamil dan si cowok tidak mau bertanggung jawab, maka, mau tidak mau, ia harus mengurus bayinya sendiri. Ia harus menjadi ibu dan mengorbankan masa depannya demi si anak, karena ia tidak bisa menuntut cowok-nya ke pengadilan agar bertanggung jawab. Bila sampai melakukan pengguguran/abortus provocatus criminalis, maka hukumannya adalah 4 tahun penjara. Dan bila setelah lahir kemudian menelantarkannya, maka hukumannya adalah maximal 6,4 tahun, atau jika berakibat kematian, hukumannya maximal 11 tahun. Seandainya ia membunuhnya setelah kelahiran, maka ia dipidana dengan pidana pembunuhan bayi/kinderdoodslag dengan hukuman maximal 7 tahun penjara. Atau bahkan kalau pembunuhan tersebut dengan perencanaan/kinder moord, maka pidananya adalah 9 tahun penjara. Nah, lho…!!
§ Kalaupun semua resiko itu tidak ada yang terjadi, ia dianggap sebagai orang yang telah malakukan DOSA BESAR, sehingga dihukumi sebagai orang fasiq secara agama.
Demikianlah, kalau sampai terjadi kehamilan, pihak wanita akan berada pada posisi yang serba sulit. Tapi ada yang kemudian beralasan: Lho, kan kita bisa pakai kondom, jadi gak bakalan hamil !!! Pertanyaan untuk mereka yang mengatakan demikian adalah: Siapa yang berani menjamin bahwa kondom tidak mungkin bocor?? Ataupun kalau tidak bocor, maka meskipun hanya sekali atau dua kali, yang pakai kondom pasti ingin merasakan hubungan sex yang langsung dengan tanpa menggunakan kondom, untuk mencari sensasi baru. Di sinilah peluang kecelakaan tetap terbuka lebar.
Harap diingat juga, semua pakar kedokteran telah sepakat bahwa tidak ada satu pun alat kontrasepsi (entah itu kondom, pil, tissue, ataupun lainnya) yang bisa mencegah kehamilan dengan tingkat akurasi sampai 100 %. Jadi, semua alat kontrasepsi masih mungkin untuk ‘bobol’.
Aktifitas seperti ciuman (terlebih lagi wet kiss/ciuman basah/ciuman bibir), rabaan, pelukan dan yang sejenisnya, memang seringkali tidak tampak bahayanya. Tapi harus diingat, bahwa semua aktifitas tersebut adalah ‘permulaan dan pengantar’ dari terjadinya perzinahan. Bila kita sudah berada di ‘permulaan dan pengantar’, dan kemudian masuk semakin jauh, siapa yang bisa menjamin bahwa kita tidak akan berzina?
E. KEPERAWANAN, PENTINGKAH ??
Selama ini, banyak kalangan yang mengatakan bahwa keperawanan (virginity) tidaklah penting, yang penting hanya cinta dan kesetiaan. Adalah sebuah dusta terbesar yang tidak perlu dihiraukan dan dipercayai lagi, jika keperawanan dianggap tidak penting di budaya kita ini. Bagaimana mungkin jika orang Timur seperti Indonesia ini tidak lagi mementingkan keperawanan dan keperjakaan (meski keperjakaan sulit dideteksi), sedangkan orang se-bebas Amerika saja, masih menganggap penting hal itu.
Menurut sebuah jajak pendapat “National Campaign to Prevent Teen Pregnancy”, 55 persen anak lelaki dan 72 persen anak perempuan di Amerika yang disurvei menyesali keputusan mereka untuk melakukan hubungan seks di usia muda dan di luar nikah. Ya, mereka ternyata menyesal !!! Maka, siapakah orang timur yang tidak menyesal? Apakah mereka lebih ‘barat’ ketimbang orang ‘Barat’ sendiri? Lelaki bodoh mana yang ketika disuruh memilih antara dua wanita yang sama, tapi yang satu perawan dan satunya lagi tidak perawan, kemudian sampai menjatuhkan pilihannya pada yang sudah tidak perawan? Maka kalau ada yang mengatakan keperawanan tidak penting, hal itu jelas kebohongan !!
F. BAGAIMANA KALAU SUDAH TERLANJUR?
Jika ada yang sudah terlanjur pernah melakukan hubungan sex di luar nikah, maka jawaban yang terbaik adalah bertaubat pada Tuhan. Taubat maksudnya adalah ‘kembalinya seseorang dari suatu maksiat, dengan disertai penyesalan dan tekad untuk tidak melakukannya lagi’. Dari segi agama, taubat menggugurkan dosa dan menghapuskan kesalahan. Bukan hanya itu saja, orang yang melakukan taubat atas dosa yang telah dilakukan, juga akan dilipat gandakan pahalanya.
Persoalannya kemudian adalah, apakah taubat bisa menyebabkan digugurkannya hukuman yang telah ditentukan Allah untuk suatu perbuatan pidana (jarimah)? Untuk jarimah zina, hukumannya adalah cambuk (al-jildu) 100 kali untuk zani ghayru muhshan, dan dilempari batu sampai mati (al-rajmu) bagi zani muhshan. Apakah hukuman ini bisa gugur dengan taubat?
Berkaitan dengan itu, ulama terbagi menjadi dua golongan. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa taubat tidak bisa dijadikan alasan ampunan hukuman bagi selain jarimah hirabah (tindak pidana perampokan), sehingga taubat pada zina tidak bisa menjadi alasan tidak dihukum. Inilah pendapat madzhab Dzahiriy, Hanafi, Maliki, dan sebagian Syafi'i dan Hanbali. Dasarnya adalah hadis bahwa Rasulullah penah merajam Ma’iz dan Ghamidiyyah, dan memotong tangan pencuri, padahal mereka telah bertaubat.
Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa taubat menjadi sebab diampuninya seseorang dari hukuman semua jarimah hudud, termasuk di dalamnya zina. Ini adalah pendapat Ibn Taymiyyah, Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, dan pendapat Imam Syafi'i saat beliau di Iraq, Syaikh Abu Zahrah, serta ulama lainnya selain golongan pertama tadi. Di antara alasannya adalah Al-Qur'an menentukan bahwa taubat dalam zina – sebelum diturunkannya ayat had zina – menjadi pencegah dijatuhkannya hukuman ketika itu. Selain itu, kalau untuk jarimah hirabah (perampokan) yang memiliki hukuman terberat dalam Islam saja, taubat bisa menjadi sebab diampuninya dari hukuman, apalagi untuk jarimah lain yang hukumannya lebih rendah, tentu harus lebih diampuni.
Dari kedua pendapat itu, pendapat kedua adalah yang lebih kuat dasar hukumnya, seperti dikatakan oleh Dr. Muhammad Salim al-‘Awwa, ahli hukum pidana Islam dari Jami’ah Iskandariyyah (Universitas Alexandria, Cairo, Mesir), dalam kitabnya: Fi Ushuli al-Nidzam al-Jina’iy al-Islamiy. Sehingga, bila seseorang yang telah melakukan zina segera bertaubat sebelum perkaranya diajukan ke pengadilan, maka Insya Allah akan diampuni oleh Allah, dan pemerintah tidak boleh menjatuhkan hukuman hadd (jilid 100 kali atau rajam) padanya. Tapi jika pelaku tidak segera bertaubat sebelum perkaranya diajukan, maka setelah perkaranya diketahui dan zina itu terbukti, pemerintah tidak boleh mengampuninya dan harus menjatuhkan hukuman padanya.
G. KESIMPULAN
Dengan tanpa mempertimbangkan ajaran agama saja, yang namanya pergaulan bebas (pacaran yang terlumuri oleh ciuman, pelukan, rabaan, dan bahkan sex), sudah jelas merupakan sesuatu yang sangat merugikan dan berbahaya, terutama bagi pihak wanita. Apalagi bila kita kaitkan dengan ajaran agama, perilaku tersebut jelas merupakan dosa. Terutama zina, perbuatan kotor ini oleh Islam dianggap sebagai sebuah ‘dosa besar’ (al-kaba’ir). Hukumannya menurut Islam adalah: bagi pezina yang belum pernah menikah (ghairu muhshan), dijilid 100 kali, dan bagi orang yang sudah pernah menikah (muhshan), adalah dirajam (dilempari batu sampai mati). Sedangkan untuk mereka yang tidak sampai melakukan zina, hukumannya adalah ta’zir, kadarnya berdasarkan kebijaksanaan pihak yang berwenang (imam/hakim) dengan mempertimbangkan tingkat pelanggarannya.
Sekilas, hukum Islam ini memang sangat tidak mengenakkan atau bahkan kejam. Tapi jauh lebih kejam lagi adalah budaya pergaulan bebas dan free sex, yang karenanya di dunia ini ada jutaan gadis menjadi ternoda, ribuan bayi tak berdosa tercampakkan (bahkan ada yang sampai dibuang ke tempat sampah atau kloset) atau diperjualbelikan, ratusan bayi menjadi korban pembunuhan orang tuanya sendiri karena kelahirannya tidak dikehendaki, jutaan wanita di dunia menjadi pelacur, moral dan nilai-nilai menjadi tidak ada harganya, masa depan gadis dan pemuda menjadi kacau balau, dan yang terpenting, pergaulan bebas dan free sex ini selalu menjadikan wanita-wanita sebagai obyek eksploitasi dan budak bagi kaum laki-laki tak bermoral !!!!
Manusia dan hewan memang sama-sama memiliki nafsu makan dan nafsu sex, tapi antara manusia dan hewan ada bedanya. Hewan boleh-boleh saja memenuhi kebutuhan nafsunya tanpa aturan dan ikatan apapun. Ketika seekor harimau lapar dan hendak memuaskan nafsu makannya, ia boleh untuk menerkam kancil atau merebut makanan milik temannya. Demikian juga ketika seekor ayam jago hendak memenuhi kebutuhan nafsu sex-nya, ia boleh-boleh saja langsung ‘nubruk’ dan ‘memperkosa’ ayam betina yang ia inginkan, tanpa perlu nikah terlebih dahulu. Lalu, bolehkan manusia berbuat seperti itu??
Tentu tidak, sebab manusia diberi akal budi dan juga terikat oleh peraturan-peraturan agama yang diturunkan oleh Allah. Manusia yang memenuhi nafsu makan dan sex-nya tanpa aturan, adalah manusia yang tidak sadar akan hakikat kemanusiaan-nya, sehingga menjadikan dirinya sebagai hewan yang tidak terikat oleh aturan.
Maka pertanyaannya, kita ini sebenarnya hewan ataukah manusia?? Jawabannya tentu bukan pada pengakuan kita, tapi kelakuan kita yang nanti akan menjawab dan membuktikannya.
Wallahua’lam….
Semoga bermanfaat….

1 komentar:

sik asik mengatakan...

Wah bagus bangeeeeet. Salut.