ANALISIS ATAS
KASUS ‘MOP’ DI RCTI YANG MELIBATKAN
APARAT KEPOLISIAN
OLEH: M. LUBABUL MUBAHITSIN
[[ GENERAL DIRECTION: Diperbolehkan untuk mengambil, meng-copy, mengutip, dan menyebarluaskan tulisan ini, dengan syarat mencantumkan nama penulisnya. Ini adalah wujud pertanggungjawaban ilmiah dari pengutip maupun saya pribadi, terutama seandainya ada pihak yang tidak setuju atau meminta pertanggungjawaban berkaitan dengan materi tulisan. Kepada pembaca dipersilahkan untuk memberikan comment, sanggahan, dukungan, pertanyaan lebih lanjut, atau respon apapun ke mas_lubab@yahoo.com atau ke nomor HP saya: 085 227 999 555. Insya Allah seluruh komentar atau pertanyaan akan saya tanggapi. Untuk komentator/penanya yang minta dirahasiakan identitasnya, saya akan menjamin kerahasiaannya secara amanah dan profesional. ]]
KASUS POSISI:
Kasus ini bermula dengan adanya tayangan 'Membuat Orang Panik' di RCTI. Dalam tayangan itu, polisi diceritakan menjebak seseorang dalam operasi kendaraan di kawasan Kebon Jeruk Jakarta Barat. Pengendara yang terkena razia itu tiba-tiba dituduh membawa ganja, lantas diinterogasi serta ditelanjangi di kantor Polsek Kebon Jeruk.
Karena tidak merasa membawa ganja, warga tersebut menolak tuduhan itu, tapi polisi membawanya ke kantor Polsek Kebon Jeruk, di sana dia dibentak-bentak dan ditelanjangi. Tindakan memberi izin tayangan yang membuat panik orang adalah tindakan tidak profesional. Menurut Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Pol. Makbul Padmanegara, tindakan tersebut jelas salah bila dilihat dari sudut pandang kepolisian.
Kapolsek Kebon Jeruk telah membantah memberi izin adanya tayangan MOP tersebut dan mengatakan dirinya tidak mengetahui adanya pembuatan tayangan tersebut, karena produser MOP hanya meminta izin kepada Wakapolsek. Tapi, Makbul mengatakan bahwa meskipun Kapolres dan Kapolsek tidak terlibat langsung, namun mereka tetap akan diperiksa untuk dimintai tanggung jawabnya sebagai atasan, dan disidangkan. Pihak RCTI juga diundang dalam persidangan, tapi hanya sebagai saksi.
ANALISA
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 34 (1) UU no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi: “Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Apabila ada anggota yang melanggar kode etik, maka dia akan ditangani oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 35 ayat (1) ).
Dalam Pasal 3 huruf (c) PP. No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Polri wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan ini, maka anggota Polri tidak diperbolehkan melakukan setiap perbuatan yang dapat mengurangi kehormatan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 5 menyatakan: “Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang: (a) melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kkehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (d) bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untujk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara.” Dan Pasal 6 menyatakan: “Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang: (q) menyalahgunakan wewenang.”
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, apa yang dilakukan beberapa anggota Polri dalam kasus MOP RCTI jelas bertentangan dengan hukum disiplin anggota Polri, yang berarti bertentangan pula dengan Kode Etik mereka sebagai anggota Polri. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Prasetyo, walaupun mungkin niatnya baik, tetapi menggunakan fasilitas, atribut, atau teknik kepolisian sebagai bahan gurauan adalah tidak diperbolehkan. Dalam kasus MOP tersebut, ketika korban melintas di jalan protokol, mobil patroli menghentikan mobil mereka. Dua polisi kemudian menggeledah mereka.
Sesuai skenario, polisi menemukan narkoba dalam tas milik korban yang jadi sasaran MOP. Tentu saja korban bersumpah bahwa narkoba itu bukan miliknya. Polisi tidak percaya, lalu membawa mereka ke kantor Polsek Metro Kebun Jeruk. Di kantor polisi, korban diperlakukan sebagai tersangka kasus narkoba dan disidik. Teman-teman korban ikut dalam proses pemeriksaan. Polisi yang tengah berakting benar-benar membuat korban ketakutan. Polisi bahkan sempat memerintahkan korban membuka baju dan celana panjangnya. Untung korban bercelana pendek pula.Setelah sekian lama diperiksa dan ketakutan, korban diberitahu, dia masuk dalam acara MOP. Saking jengkelnya, korban memukul meja kaca yang ada di depannya dan lemari kayu di dekatnya. Ia kemudian menyingkir dari kamera yang sedari tadi terus menyorotnya. Oleh tim MOP, korban diberi hadiah karena ternyata ia sedang berulang tahun (KOMPAS, 29 MEI 2004)
Atribut kepolisian adalah atribut yang harusnya menjadi kebanggaan dan menjadikan penyandangnya tampak wibawa di depan masyarakat. Apabila polisi mampu tampil berwibawa dan bersahaja di depan masyarakat, maka penegakan hukum dan tugas-tugas kepolisian yang lain pun akan dapat dilaksanakan dengan mudah.
Tetapi, dalam kasus ini, atribut dan jabatan kepolisian yang seharusnya tampak wibawa, malah dijadikan alat untuk ‘ngerjain’ orang. Kalau hal ini dibiarkan berkembang, maka bukan tidak mungkin bila nanti masyarakat akan menganggap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparat Polri sebagai guyonan belaka. Karena itulah, tindakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menganggap apa yang dilakukan anggotanya sebagai pelanggaran kode etik, dan kemudian menyelesaikannya dalam sidang Kode Etik adalah sebuah langkah tepat. Kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi yang lainnya agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menggunakan jabatan kepolisian yang ada padanya.
Selasa, 19 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar